Opini - 杏吧原版影音 杏吧原版影音, abbreviated Unand, is an accredited public university in West Sumatra, Indonesia. Known in science, technology, and social sciences. /berita/opini 2025-10-23T04:01:12+07:00 杏吧原版影音 Joomla! - Open Source Content Management Mengapa Kita Perlu Jeda dari Dunia Digital 2025-10-20T07:52:48+07:00 2025-10-20T07:52:48+07:00 /berita/opini/1512-unand-fomo-dunia-digital-jomo Humas <p><img src="/" alt="Alt"></p><p style="text-align: justify;">Di zaman serba terkoneksi, lini masa kita dipenuhi cerita bahagia liburan ke destinasi eksotis, foto hangat bersama teman, hingga unggahan pencapaian karier yang memantik decak kagum. Di balik keramaian itu kerap muncul kegelisahan halus: 鈥淜enapa hidup orang lain tampak lebih seru dari milik kita?鈥 Perasaan ini dikenal sebagai Fear of Missing Out (FoMO), rasa takut tertinggal dari pengalaman, momen, atau percakapan sosial yang dianggap penting. FoMO bukan sekadar soal iri; ia tumbuh dari cara kita hadir di ruang yang menilai keberadaan lewat jejak digital.</p> <p><img src="/" alt="Alt"></p><p style="text-align: justify;">Di zaman serba terkoneksi, lini masa kita dipenuhi cerita bahagia liburan ke destinasi eksotis, foto hangat bersama teman, hingga unggahan pencapaian karier yang memantik decak kagum. Di balik keramaian itu kerap muncul kegelisahan halus: 鈥淜enapa hidup orang lain tampak lebih seru dari milik kita?鈥 Perasaan ini dikenal sebagai Fear of Missing Out (FoMO), rasa takut tertinggal dari pengalaman, momen, atau percakapan sosial yang dianggap penting. FoMO bukan sekadar soal iri; ia tumbuh dari cara kita hadir di ruang yang menilai keberadaan lewat jejak digital.</p> City Branding Berbasis Kearifan Lokal: Saatnya Padang Punya 鈥淩asa鈥 Sendiri 2025-10-18T08:00:20+07:00 2025-10-18T08:00:20+07:00 /berita/opini/1513-unand-city-branding-dosen-ilkom Humas <p><img src="/" alt="Alt"></p><p style="text-align: justify;">Setiap kali berkunjung ke sebuah kota, kita sering disambut dengan slogan di gerbang kota: <em>Smart City</em>, <em>Friendly City</em>, atau <em>Creative City</em>. Tapi pertanyaan sederhananya: apakah warganya sungguh merasakan makna dari kata-kata itu? Apakah identitas kota benar-benar hidup di jalanan, di pasar, di ruang publik, dan di perilaku warganya atau hanya berhenti sebagai jargon di baliho?</p> <p><img src="/" alt="Alt"></p><p style="text-align: justify;">Setiap kali berkunjung ke sebuah kota, kita sering disambut dengan slogan di gerbang kota: <em>Smart City</em>, <em>Friendly City</em>, atau <em>Creative City</em>. Tapi pertanyaan sederhananya: apakah warganya sungguh merasakan makna dari kata-kata itu? Apakah identitas kota benar-benar hidup di jalanan, di pasar, di ruang publik, dan di perilaku warganya atau hanya berhenti sebagai jargon di baliho?</p> Partai Politik Pra-Pemilu: Masikah Menjadi Penyalur Aspirasi Rakyat? 2025-10-16T02:50:58+07:00 2025-10-16T02:50:58+07:00 /berita/opini/1507-unand-parpol-pemilu-aspirasi-rakyat Humas <p><img src="//images/OPINI/pemilu.png" alt="Alt" width="700" height="467" loading="lazy"></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-weight: 400;">Menjelang gelaran pilkada pada tahun 2024 kemarin, suhu politik di berbagai daerah memanas. Maraknya ikon-ikon partai yang bertebaran, mulai dari baliho para calon kandidat yang bertebaran di pinggir jalan, mesin politik mulai digerakkan, dan elite-elite partai kembali turun dan tampil kepada masyarakat dengan berbagai narasi dan janji-janji yang disampaikan baik di tingkat daerah maupun pusat. Di tengah gegap gempita masa itu, muncul satu pertanyaan reflektif yang seharusnya kita renungkan: Apakah partai politik masih berperan dalam penyaluran aspirasi rakyat, atau hanya sekedar mesin elektoral yang hidup dalam lima tahun sekali.</span></p> <p><img src="//images/OPINI/pemilu.png" alt="Alt" width="700" height="467" loading="lazy"></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-weight: 400;">Menjelang gelaran pilkada pada tahun 2024 kemarin, suhu politik di berbagai daerah memanas. Maraknya ikon-ikon partai yang bertebaran, mulai dari baliho para calon kandidat yang bertebaran di pinggir jalan, mesin politik mulai digerakkan, dan elite-elite partai kembali turun dan tampil kepada masyarakat dengan berbagai narasi dan janji-janji yang disampaikan baik di tingkat daerah maupun pusat. Di tengah gegap gempita masa itu, muncul satu pertanyaan reflektif yang seharusnya kita renungkan: Apakah partai politik masih berperan dalam penyaluran aspirasi rakyat, atau hanya sekedar mesin elektoral yang hidup dalam lima tahun sekali.</span></p> Krisis Makan Bergizi Gratis: Retaknya Kepercayaan Publik 2025-10-14T04:19:21+07:00 2025-10-14T04:19:21+07:00 /berita/opini/1504-opini-mahasiswa-mbg-program-pemerintah-janji Humas <p><img src="//images/OPINI/MBG.png" alt="Alt" width="790" height="410" loading="lazy"></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-weight: 400;">Program Makan Bergizi Gratis (MBG), yang diluncurkan pemerintahan Prabowo Subianto pada awal 2025, hadir dengan janji besar untuk menyediakan makanan bergizi bagi 82 juta anak sekolah. Tujuannya sangat mulia yakni untuk membangun generasi sehat dan cerdas sebagai fondasi visi "Indonesia Emas." Lebih dari sekadar gizi, program ini menjadi simbol komitmen negara kepada anak-anaknya, dari Sabang hingga Merauke. Namun, harapan itu kini memudar di tengah kenyataan pahit. Lebih dari 7.000 anak dilaporkan keracunan setelah menyantap makanan dari program ini. Kasus terbaru di Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, di mana puluhan siswa dilarikan ke rumah sakit karena makanan yang diduga tak layak, menjadi bukti nyata kegagalan ini. Krisis ini bukan hanya soal kesehatan, tetapi juga guncangan terhadap kepercayaan masyarakat kepada pemerintah. Di balik piring sekolah yang dijanjikan bergizi, ada masalah pelaksanaan yang kurang tepat, pengelolaan yang belum optimal, dan kekhawatiran yang kini dirasakan orang tua di Indonesia.</span></p> <p><img src="//images/OPINI/MBG.png" alt="Alt" width="790" height="410" loading="lazy"></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-weight: 400;">Program Makan Bergizi Gratis (MBG), yang diluncurkan pemerintahan Prabowo Subianto pada awal 2025, hadir dengan janji besar untuk menyediakan makanan bergizi bagi 82 juta anak sekolah. Tujuannya sangat mulia yakni untuk membangun generasi sehat dan cerdas sebagai fondasi visi "Indonesia Emas." Lebih dari sekadar gizi, program ini menjadi simbol komitmen negara kepada anak-anaknya, dari Sabang hingga Merauke. Namun, harapan itu kini memudar di tengah kenyataan pahit. Lebih dari 7.000 anak dilaporkan keracunan setelah menyantap makanan dari program ini. Kasus terbaru di Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, di mana puluhan siswa dilarikan ke rumah sakit karena makanan yang diduga tak layak, menjadi bukti nyata kegagalan ini. Krisis ini bukan hanya soal kesehatan, tetapi juga guncangan terhadap kepercayaan masyarakat kepada pemerintah. Di balik piring sekolah yang dijanjikan bergizi, ada masalah pelaksanaan yang kurang tepat, pengelolaan yang belum optimal, dan kekhawatiran yang kini dirasakan orang tua di Indonesia.</span></p> Second Account sebagai Manajemen Privasi di Ruang Daring 2025-10-11T02:50:38+07:00 2025-10-11T02:50:38+07:00 /berita/opini/1503-unand-second-akun-privat-kontrol Humas <p><img src="//images/OPINI/diego.jpg" alt="alt" width="1553" height="877" loading="lazy"></p><p style="text-align: justify;">Di ekosistem media sosial yang serba terhubung, terarsip, dan mudah ditelusuri, mahasiswa khususnya Generasi Z semakin sadar bahwa jejak digital bukan sekadar 鈥減ostingan hari ini鈥, melainkan portofolio diri yang terus menempel. Dalam konteks inilah 鈥渁kun kedua鈥 (<em>second account</em>) hadir bukan sebagai pelarian, melainkan sebagai perangkat manajemen privasi: sebuah cara menata batas privat鈥損ublik agar identitas, peran sosial, dan relasi tetap terjaga. Jika akun utama berfungsi sebagai etalase rapi, representatif, dan ditujukan pada audiens luas (keluarga, dosen, rekan kerja, institusi) maka akun kedua adalah ruang terbatas dengan pengikut terkurasi, tempat pemilik akun menetapkan aturan berbagi sesuai kebutuhan dan nilai-nilai personal.</p> <p><img src="//images/OPINI/diego.jpg" alt="alt" width="1553" height="877" loading="lazy"></p><p style="text-align: justify;">Di ekosistem media sosial yang serba terhubung, terarsip, dan mudah ditelusuri, mahasiswa khususnya Generasi Z semakin sadar bahwa jejak digital bukan sekadar 鈥減ostingan hari ini鈥, melainkan portofolio diri yang terus menempel. Dalam konteks inilah 鈥渁kun kedua鈥 (<em>second account</em>) hadir bukan sebagai pelarian, melainkan sebagai perangkat manajemen privasi: sebuah cara menata batas privat鈥損ublik agar identitas, peran sosial, dan relasi tetap terjaga. Jika akun utama berfungsi sebagai etalase rapi, representatif, dan ditujukan pada audiens luas (keluarga, dosen, rekan kerja, institusi) maka akun kedua adalah ruang terbatas dengan pengikut terkurasi, tempat pemilik akun menetapkan aturan berbagi sesuai kebutuhan dan nilai-nilai personal.</p> Demonstrasi di Media Sosial sebagai Partisipasi Politik Ala Gen Z 2025-10-10T06:23:36+07:00 2025-10-10T06:23:36+07:00 /berita/opini/1502-opini-mahasiswa-ipol-unand-demonstrasi-genz Humas <p><img src="/" alt="Alt"></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-weight: 400;">Gelombang demo besar-besaran terjadi di depan Gedung DPR RI pada 25 Agustus 2025 lalu. Aksi tuntutan ini juga turut meluas ke seluruh wilayah Indonesia. Kejadian ini merupakan buntut dari menyebarnya di media sosial isu terkait kenaikan tunjangan DPR yang menimbulkan kekecewaan bagi masyarakat. Tunjangan yang diberikan kepada DPR dinilai tidak sebanding dengan kinerja perwakilan rakyat yang dinilai tidak mewakili suara masyarakat kecil. Demonstran menuntut adanya pembubaran DPR serta pencabutan tunjangan yang dinilai berlebihan hingga mencapai Rp 100 juta per bulan. Padahal di sisi lain, banyak masyarakat Indonesia yang masih berada dalam garis kehidupan tidak layak dan belum mendapatkan perhatian dari pemerintah.</span></p> <p><img src="/" alt="Alt"></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-weight: 400;">Gelombang demo besar-besaran terjadi di depan Gedung DPR RI pada 25 Agustus 2025 lalu. Aksi tuntutan ini juga turut meluas ke seluruh wilayah Indonesia. Kejadian ini merupakan buntut dari menyebarnya di media sosial isu terkait kenaikan tunjangan DPR yang menimbulkan kekecewaan bagi masyarakat. Tunjangan yang diberikan kepada DPR dinilai tidak sebanding dengan kinerja perwakilan rakyat yang dinilai tidak mewakili suara masyarakat kecil. Demonstran menuntut adanya pembubaran DPR serta pencabutan tunjangan yang dinilai berlebihan hingga mencapai Rp 100 juta per bulan. Padahal di sisi lain, banyak masyarakat Indonesia yang masih berada dalam garis kehidupan tidak layak dan belum mendapatkan perhatian dari pemerintah.</span></p> Visi Kampus Berdampak sebagai Akselerator Peringkat Global 2025-10-07T02:25:30+07:00 2025-10-07T02:25:30+07:00 /berita/opini/1495-unand-the-global-peringkat-kampus-berdampak Humas <p><img src="/" alt="Alt"></p><ol> <li style="text-align: justify;"><strong> Reputasi Global sebagai Cerminan Dampak Nasional</strong></li> </ol> <p style="text-align: justify;">Pencapaian posisi elite dalam pemeringkatan universitas dunia seperti Quacquarelli Symonds (QS) World University Rankings dan Times Higher Education (THE) World University Rankings bukanlah tujuan yang terisolasi dari mandat utama sebuah institusi pendidikan tinggi. Sebaliknya, peringkat tersebut merupakan validasi eksternal yang paling sahih atas keberhasilan universitas dalam menjalankan misinya dan memberikan dampak nyata. Dokumen ini dikompilasi untuk menyelaraskan visi nasional "Kampus Berdampak" dengan metrik-metrik yang menjadi tolok ukur keunggulan global menurut QS dan THE. Pendekatan ini tidak berfokus pada upaya superfisial untuk menaikkan skor, melainkan pada penguatan fundamental institusi, yaitu mulai dari kualitas riset, relevansi lulusan, hingga reputasi internasional, yang secara organik akan mendorong universitas ke jajaran teratas dunia melalui aktifitas yang terjaga keberlanjutannya.</p> <p><img src="/" alt="Alt"></p><ol> <li style="text-align: justify;"><strong> Reputasi Global sebagai Cerminan Dampak Nasional</strong></li> </ol> <p style="text-align: justify;">Pencapaian posisi elite dalam pemeringkatan universitas dunia seperti Quacquarelli Symonds (QS) World University Rankings dan Times Higher Education (THE) World University Rankings bukanlah tujuan yang terisolasi dari mandat utama sebuah institusi pendidikan tinggi. Sebaliknya, peringkat tersebut merupakan validasi eksternal yang paling sahih atas keberhasilan universitas dalam menjalankan misinya dan memberikan dampak nyata. Dokumen ini dikompilasi untuk menyelaraskan visi nasional "Kampus Berdampak" dengan metrik-metrik yang menjadi tolok ukur keunggulan global menurut QS dan THE. Pendekatan ini tidak berfokus pada upaya superfisial untuk menaikkan skor, melainkan pada penguatan fundamental institusi, yaitu mulai dari kualitas riset, relevansi lulusan, hingga reputasi internasional, yang secara organik akan mendorong universitas ke jajaran teratas dunia melalui aktifitas yang terjaga keberlanjutannya.</p> Cegah Stunting Bukan Urusan Ibu Saja 2025-09-19T11:16:05+07:00 2025-09-19T11:16:05+07:00 /berita/opini/1464-unand-opini-dosen-stunting-ibu-anak Humas <p><img src="/" alt="Alt"></p><p style="text-align: justify;">Stunting kerap kita jelaskan dengan bahasa teknis 鈥渒ekurangan gizi kronis pada seribu hari pertama kehidupan鈥 tetapi sesungguhnya ia juga masalah komunikasi dan pengambilan keputusan di dalam keluarga. Di banyak kampung, pembagian peran tradisional masih kuat: ayah dicitrakan sebagai pencari nafkah, ibu sebagai pengasuh. Pola posyandu yang hampir seluruh pesannya ditujukan kepada ibu tanpa sengaja ikut menguatkan sekat itu. Ibu datang, menerima banyak informasi, mengangguk sopan, lalu pulang dengan daftar saran yang harus dieksekusi di dapur. Sementara ayah, yang menentukan belanja mingguan dan sering mendapat porsi 鈥渢erbaik鈥 di meja makan, tidak mendengar pesan yang sama. Di titik inilah energi posyandu sering bocor: nasihat bergizi berhenti di kepala yang letih, tidak pernah berjumpa dengan dompet yang memutuskan mana yang dibeli.</p> <p><img src="/" alt="Alt"></p><p style="text-align: justify;">Stunting kerap kita jelaskan dengan bahasa teknis 鈥渒ekurangan gizi kronis pada seribu hari pertama kehidupan鈥 tetapi sesungguhnya ia juga masalah komunikasi dan pengambilan keputusan di dalam keluarga. Di banyak kampung, pembagian peran tradisional masih kuat: ayah dicitrakan sebagai pencari nafkah, ibu sebagai pengasuh. Pola posyandu yang hampir seluruh pesannya ditujukan kepada ibu tanpa sengaja ikut menguatkan sekat itu. Ibu datang, menerima banyak informasi, mengangguk sopan, lalu pulang dengan daftar saran yang harus dieksekusi di dapur. Sementara ayah, yang menentukan belanja mingguan dan sering mendapat porsi 鈥渢erbaik鈥 di meja makan, tidak mendengar pesan yang sama. Di titik inilah energi posyandu sering bocor: nasihat bergizi berhenti di kepala yang letih, tidak pernah berjumpa dengan dompet yang memutuskan mana yang dibeli.</p> Demostrasi: Bukan Sekedar Protes, Tapi Tuntutan Untuk Pembangunan yang Lebih Baik 2025-09-17T08:58:52+07:00 2025-09-17T08:58:52+07:00 /berita/opini/1460-unand-opini-demonstrasi-kritik-mahasiswa Humas <p><img src="//images/OPINI/kritikpublik.png" alt="Alt" width="798" height="372" loading="lazy"></p><p style="text-align: justify;">Berbicara pembangunan tidaklah sekedar urusan proyek fisik atau infrastruktur seperti gedung dan jalan, melainkan ia adalah suatu proses yang kompleks. Di dalamnya ada dimensi sosial, ekonomi, dan politik. Salah satunya yang terpenting dalam proses ini ialah partisipatif, di mana manusia bukan hanya menjadi objek, melainkan juga sebagai subjek aktif yang terlibat dalam arah pembangunan atau kebijakan. Di Indonesia, demonstrasi selalu terjadi setiap tahunnya, yang kemudian menjadi salah satu bentuk paling nyata dari partisipasi publik dan membawa dampak terhadap arah kebijakan.</p> <p><img src="//images/OPINI/kritikpublik.png" alt="Alt" width="798" height="372" loading="lazy"></p><p style="text-align: justify;">Berbicara pembangunan tidaklah sekedar urusan proyek fisik atau infrastruktur seperti gedung dan jalan, melainkan ia adalah suatu proses yang kompleks. Di dalamnya ada dimensi sosial, ekonomi, dan politik. Salah satunya yang terpenting dalam proses ini ialah partisipatif, di mana manusia bukan hanya menjadi objek, melainkan juga sebagai subjek aktif yang terlibat dalam arah pembangunan atau kebijakan. Di Indonesia, demonstrasi selalu terjadi setiap tahunnya, yang kemudian menjadi salah satu bentuk paling nyata dari partisipasi publik dan membawa dampak terhadap arah kebijakan.</p>