Padang (UNAND) 鈥 Wakil Menteri Pekerjaan Umum Ir. Diana Kusumastuti, M.T., menegaskan pentingnya kesiapsiagaan menghadapi ancaman gempa bumi besar, khususnya di wilayah rawan seperti Sumatera Barat. Dalam kunjungannya ke 杏吧原版影音 (UNAND), ia menekankan bahwa tantangan besar potensi gempa megathrust harus diubah menjadi kesiapan nyata dalam memperkuat ketahanan infrastruktur dan masyarakat.
Indonesia berada di pertemuan tiga lempeng besar dunia Indo-Australia, Eurasia, dan Pasifik yang membentuk zona subduksi memanjang dari Sumatra, Jawa, Bali, hingga Maluku. Zona ini berpotensi memicu gempa bumi Megathrust.
Sejarah mencatat, pada 26 Desember 2004, gempa berkekuatan 9,1鈥9,3 magnitudo mengguncang lepas pantai barat Aceh. Tsunami setinggi 30 meter yang menyusul menewaskan lebih dari 230 ribu jiwa dan membuat 1,7 juta orang kehilangan tempat tinggal.
Wamen Diana menjelaskan bahwa Peta Sumber Bahaya Gempa Indonesia 2024 telah dimutakhirkan oleh Kementerian PU melalui Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan (Puskin).
Peta ini menjadi acuan penting dalam perencanaan bangunan dan infrastruktur tahan gempa. Berdasarkan pembaruan tersebut, segmen megathrust relatif stabil sejak 2017 dengan jumlah 12 segmen. Namun, ancaman tetap konstan sepanjang jalur subduksi Sumatera, Jawa, Bali hingga Nusa Tenggara.
Dikatakannya, yang lebih mengkhawatirkan, jumlah sesar aktif meningkat drastis. Dari 52 sesar yang teridentifikasi pada 2010, jumlahnya melonjak hampir tujuh kali lipat menjadi 272 pada 2017, dan kembali bertambah menjadi 401 pada 2024.
鈥淟onjakan ini tidak berarti semua sesar baru, tapi menunjukkan pemahaman yang lebih detail hasil riset, survei, dan pemodelan. Kita makin paham ancaman, tapi sekaligus makin besar tantangan mitigasi,鈥 ujar Wamen Diana.
Ia menekankan dua hal penting dari pembaruan data tersebut: pertama, pemahaman terhadap ancaman kegempaan Indonesia semakin baik berkat riset dan survei. Kedua, risiko bencana gempa kini lebih terpetakan secara komprehensif, yang menjadi dasar pengembangan tata ruang, infrastruktur, dan strategi mitigasi.

鈥淜ita memang tidak bisa mencegah bencana geologi, baik dari megathrust maupun gempa dangkal. Tetapi dampaknya bisa diminimalkan melalui kesiapsiagaan, penguatan ketangguhan, serta peneguhan bersama,鈥 tegasnya di hadapan sivitas akademika UNAND.
Ia mencontohkan Jepang yang lebih sering diguncang gempa tetapi mampu lebih siap karena pengalaman panjang dalam membangun budaya kesiapsiagaan. Indonesia, menurutnya, harus menempuh jalan serupa.
鈥淢emperkuat ketahanan bangunan dan infrastruktur terhadap gempa bukan lagi pilihan teknis, melainkan kebutuhan mendasar dan bagian integral dari desain pembangunan. Harapannya, Indonesia akan semakin siap menghadapi ancaman megathrust di masa depan,鈥 pungkasnya.(*)
Humas, Protokol, dan Layanan Informasi Publik
听

